Friday, December 29, 2017 0 comments

Teknologi Untuk Menebar Kebaikan

Be My Eyes, Menjadi Mata Bagi Mereka Yang Membutuhkan



Bicara soal teknologi di masa serba canggih ini seakan tak ada habisnya. Teknologi mulai melebarkan sayapnya. Inovasi kian bermunculan. Adanya teknologi diharapkan dapat membantu kebutuhan masyarakat yang kian beragam.
Kita dapat mengambil contoh smartphone. Gadget yang satu ini menjadi bukti bahwa secara sadar maupun tidak, kita membutuhkan teknologi untuk melakukan berbagai keperluan dengan lebih mudah. Aplikasi merupakan teknologi penunjang yang kini semakin bervariasi. Salah satu terobosan baru yang menjadi trend dalam aktivitas kerelawanan adalah Aplikasi Be My Eyes.

Apa itu Be My Eyes?
Hans Jorgen Wiberg, Penemu Be My Eyes
           Be My Eyes adalah aplikasi yang digagas oleh Hans Jorgen Wiberg dari Denmark. Awalnya, aplikasi ini hanya dapat diunduh melalui Apple Playstore di Iphone, namun kini sudah tersedia dalam Android. Be My Eyes akan menjadi jembatan antara tunanetra yang membutuhkan bantuan dengan relawan yang bersedia membantu. Mereka akan terhubung melalui video call yang tersedia dalam fitur aplikasi tersebut.
            Be My Eyes termasuk non-profit organization karena tujuan dibentuknya aplikasi ini adalah menjadi wadah bagi mereka yang ingin melakukan kebaikan untuk orang lain. Oleh karena itu, bukanlah keuntungan komersial yang diinginkan.
            Saat ini sudah terdapat lebih dari 120.000 relawan yang bersedia membantu sekitar 11.000 penyandang tunanetra. Target dari aplikasi ini adalah menghubungkan tunanetra dengan relawan di seluruh dunia. Terbukti, kini Be My Eyes telah digunakan di berbagai negara dalam 80 bahasa yang berbeda.

Bagaimana Prinsip Kerjanya?
Pilihan Tunanetra atau Relawan

            Pertama, seorang tunanetra harus membuka aplikasi Be My Eyes terlebih dahulu. Kemudian, ia menekan pilihan “ I am Blind”. Setelah itu, ia mengetuk layar ponselnya dua kali dengan jarinya agar terhubung dengan relawan yang bersedia membantu. Tunanetra dan relawan akan saling terhubung melalui video call. Tunanetra memosisikan kamera ke lingkungan sekitar sehingga relawan dapat menjelaskan apa yang terjadi. Tunanetra dapat mendengarkan penjelasan melalui audio.
            Dengan aplikasi ini, Tunanetra dapat menjadi lebih percaya diri dalam melakukan berbagai kegiatan sehari – hari. Kecemasan dan kekhawatirannya mengenai sesuatu yang tak dapat ia lihat dapat berkurang.

Bagaimana Cara Menjadi Relawan?
Poin Yang Diperoleh Relawan

        Untuk menjadi relawan, hal yang harus ia lakukan adalah menekan pilihan “Iam Sighted”. Noifikasi akan muncul jika ada seorang tunanetra yang membutuhkan bantuan. Relawan yang memberi bantuan akan mendapatkan poin yang tertera pada profil pengguna.
Jika relawan tidak bisa membantu pada saat itu, relawan lain akan mendapat notifikasi sehingga tidak meninggalkan tunanetra yang membutuhkan bantuan seorang diri.
Tugas dari relawan adalah menjadi mata bagi tunanetra. Relawan dapat membantu dengan hal – hal sederhana, seperti : mencarikan barang yang sulit diraba oleh tunanetra; menunjukkan rintangan yang ada di jalan; memilih ketika berbelanja; membacakan resep masakan; juga membacakan tanggal kadaluarsa suatu produk.
“Dari pada bermain games, kita dapat melakukan kegiatan kerelawanan. Kita dapat melakukan hal yang lebih baik saat kita memiliki waktu luang,” ungkap Wiberg dalam pidatonya. Hal tersebut benar adanya. Dengan aplikasi ini, siapapun dapat melakukan kebaikan sederhana yang bermakna bagi mereka yang membutuhkan.

Apa kelemahannya? 
Kelemahan dari aplikasi ini adalah tidak bisa menunjukkan keadaan secara mendetail karena menggunakan sistem video. Selain itu aplikasi ini memiliki respon yang sedikit lambat. Hal ini dikarenakan bergantung pada respon manusia. Sehingga tidak dapat bereaksi secepat aplikasi yang menggunakan sistem mesin.

Apa yang membuat aplikasi ini berbeda dengan video call lainnya?
           
Tunanetra Yang Menggunakan Be My Eyes
Video call pada umumnya harus menyambungkan dengan beberapa orang yang kita kenal. Kita tidak bisa memastikan bahwa orang tersebut dapat meluangkan waktunya untuk kita atau tidak. Boleh jadi orang tersebut sedang ada urusan penting yang tidak dapat diganggu. Hal tersebut membuat tunanetra menjadi bingung meminta tolong dengan siapa yang bersedia
Oleh karena itu, dibuatlah Be My Eyes sehingga memudahkan tunanetra mendapat bantuan. Selain itu, aplikasi ini juga membuat kita dapat bersosialisasi dengan orang – orang dari berbagai negara.

Sudah Siap Untuk Berbuat Kebaikan?
Kita dikaruniai kedua mata yang dapat melihat dunia. Namun, kita menggunakannya untuk menatap layar ponsel terus menerus hanya untuk bermain games atau berselancar di sosial media. Kita terlupa, bahwa di luar sana, bahkan untuk melihat di mana persimpangan jalan saja tidak bisa. Sudahkah hati kita teregerak? Memanfaatkan kemajuan teknologi dengan bijak. Menggunakannya untuk menebar kebaikan.




Daftar Pustaka
https://indonesiana.tempo.co/read/120144/2017/12/11/cheta.nilawaty.1/be-my-eyes-aplikasi-yang-bantu-tunanetra-mandiri
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20150116015911-185-25048/be-my-eyes-aplikasi-penghubung-tunanetra-dan-relawan

Saturday, December 23, 2017 0 comments

Cerpen Remaja

Ekspedisi Zul

     Zulkijah Embekly namanya. Kebal dari ejekan teman - temannya, Zul justru bangga dengan nama kerennya itu. Jika ada yang bertanya apa arti namanya, Zul akan mendongengkan legenda namanya itu dengan senang hati. Lagaknya sudah mengalahkan pemain ketoprak di kampungnya.
     Malam itu, langit mengamuk. Hujan menerjang. Petir menyalak. Guntur bergemuruh. Alam seakan berkompilasi untuk murka. Angin mengoyak rumah sederhana Zul.
     Seisi rumah panik. Embekly, kambing tercinta dan satu – satunya milik keluarga Zul akan beranak setelah sekian lama menanti kehadiran sang buah hati. Ibu dan bapak tak berpengalaman soal persalinan Embekly. Sepakatlah, mereka memanggil dukun manjur khusus hewan beranak, Zulkijah namanya.
     Singkat cerita, bayi Embekly lahir secara normal, bukan caesar. Tiba – tiba, petir menerjang bersama lengkingan ibu yang memecah langit. Ibu yang hamil tua merasakan kontraksi hebat. Tak mungkin untuk pergi ke bidan naik motor karena hujan sangat deras. Tak mungkin naik mobil karena mereka tak punya.
     Bagaikan wonder woman, Zulkijah dengan sigap membantu persalinan ibu. Belum pernah tercatat dalam sejarah, dukun hewan membantu kelahiran bayi manusia. Kalau mau, Zulkijah bisa mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Indonesia atau sekedar namanya mentereng di sampul majalah wanita inspiratif. Namun hebatnya, Zulkijah tak ingin terkenal di mata manusia. Lebih baik terkenal di antara para penghuni surga katanya.
     Akhirnya, bayi itu lahir dengan sangat tenang. Saking tenangnya, bayi itu tidak menangis. Seisi rumah kembali panik! Berbagai upaya telah dicoba, namun bayinya tetap membisu. Kesedihan menyelimuti rumah mungil itu. Embekly mengembik sebagai ucapan bela sungkawa. Bagaikan mukjizat, tiba – tiba bayinya ikut mengembik! Dengan bangga, dideklarasikanlah nama : Zulkijah Embekly.
     Zul bukan gadis kampung biasa. Ia tak suka matematika, tapi jago menghitung uang apalagi utang. Ia tak suka Fisika, tapi kecermatannya tak bisa diragukan. Telah terbukti, saat adik sepupunya buang air besar di sungai. Dengan intuisinya, Zul bisa memperkirakan berapa waktu yang dibutuhkan feses agar sampai ke muara sungai dengan kecepatan konstan.
     Zul bersekolah di SMA asrama terbaik di Indonesia. Dapat beasiswa pula. Siapa sangka, gadis kumal dari kampung itu merantau ke ibu kota demi meraih mimpinya. Macam artis sinetron, Zul mendadak jadi bahan gosip ibu – ibu saat belanja sayur. “TIDAAAAAAAAAAKKKK!” Suara teriakan Zul menggelegar. Burung – burung lari pontang – panting, lupa kalau mereka punya sayap.         Zul mengalami gempa bumi 50 skala richter dalam dirinya. Gunung meletus hingga asapnya mengepul dari telinga Zul. Pasalnya, daster kesayangannya hilang di jemuran asrama!
     Daster itu adalah pemberian terakhir almarhum neneknya. Satu – satunya baju yang hilang adalah daster itu. Baju impor dari Paris miliknya masih utuh. Zul tak habis pikir. Mengapa yang dicuri adalah daster tua itu, bukan baju impornya. Akhirnya Zul berspekulasi bahwa sang pencuri sadar jika baju impornya dibeli di pasar loak dan lebih tertarik dengan dasternya yang original.
     Kejadian itu terus terngiang di kepala Zul hingga terbawa mimpi. Ia bertemu dengan seseorang yang sangat menyeramkan. Rambutnya putih tergerai, semua giginya runcing, wajahnya pucat berlumur darah, dan matanya merah membelalak. Orang itu mengutuk Zul menjadi tiang jemuran karena telah menghilangkan baju neneknya. 
     Zul khawatir bukan main. Ia masih punya mimpi mulia untuk membuat rumah bersalin khusus kambing dan anak. Namun mimpinya kandas jika ia harus menjalani hidup sebagai tiang jemuran. Setelah sekian lama merenung, Zul mencetuskan untuk melakukan ekspedisi. 
     “Kamu yakin jika dastermu itu dicuri?” tanya Len, teman sekamar Zul. 
    “Yakin, Len! Aku sudah cari ke semua tempat. Keputusanku sudah matang. Tidak bisa diganggu gugat. Aku harus melakukan ekspedisi.” Zul berlagak layaknya orator. 
     Ekspedisi pertama Zul diawali dengan menyebarkan brosur berisi fotonya yang memakai daster itu. Semua teman – temannya, gurunya, satpam, tukang kebun, ibu kantin, sampai kucing liar ia beri brosur. Meski akhirnya brosur itu berakhir nahas menjadi kertas coretan matematika dan bungkus tempe ibu kantin. Zul tak habis akal.
    Ekspedisi kedua dimulai. Ia mengadakan sayembara akbar. Ia mengumumkan sayembaranya ke segala penjuru. Setiap kelas ia datangi. Setiap kamar ia masuki. Parahnya, saat ia memaksa jadi protokol upacara bendera. 
    “Pengumuman – pengumuman. Barang siapa yang menemukan daster warna merah merona seperti pipi saya dengan hiasan bunga – bunga secantik wajah saya, diharapkan lapor pada saya, Zulkijah Embekly. Secepatnya! Jika laki – laki yang menemukan, maka harus membelikan saya bakso selama 20 hari berturut – turut. Jika yang menemukan adalah perempuan, maka harus mencucikan baju saya selama 20 hari berturut – turut. Ditambah hukuman penjara karena kasus pencurian. Terimakasih. Upacara selesai. Semua pemimpin pasukan membubarkan pasukannya masing – masing.” Zul menutup upacara dengan wajah tanpa dosa. 
     Kepala sekolah tepuk jidat. Guru – guru geleng – geleng kepala. Seluruh siswa melongo hebat. Pemimpin upacara langsung pingsan. 
      “Zul, kamu gila atau kurang waras?” tanya Len seusai upacara.
      “Alhamdulillah aku sehat jasmani dan rohani,” jawab Zul enteng. 
    “Setahu aku, sayembara itu diberi hadiah bukannya diberi hukuman. Kalau seperti tadi, mustahil jika ada yang mau mengakui, Zul!” Len geram dengan tingkah temannya yang kelewat batas itu.  
     “Tidak bisa, Marlena Dewi Sukamti! Pencurian tetaplah pencurian. Harus dibalas hukuman, bukan hadiah.” Zul tetap bersikukuh dengan pediriannya. 
     “Baiklah lupakan soal itu! Lalu, mengapa kamu mengumumkannya saat upacara bendera, Zulkijah Embekly?” Len berdecak kesal. 
   “Karena ini merupakan suatu hal yang penting, Len! Menyangkut nasib masa depanku!” Zul menggebu – gebu. Len menghela napas pasrah. 
     “Jadi kamu percaya soal mimpi itu?” tanya Len. Zul hanya mengangkat kedua bahunya. Jika ada penobatan orang termenyebalkan seantero raya, Len menjamin jika Zul adalah pemenangnya. Sudah bisa dipastikan bahwa ekspedisi kedua Zul gagal. Bahkan, ia dipanggil guru karena tindakan memalukannya itu. 
      Bukan Zul namanya jika menyerah begitu saja. Ia melanjutkan ekspedisi ketiganya. Dari pulang sekolah hingga malam, Zul berjaga – jaga di jemuran. Memata – matai tiap orang yang menjemur atau mengangkat jemuran. Zul berharap bisa menangkap pelakunya basah – basah. Tetapi ternyata tak semudah itu. Tubuhnya gatal – gatal karena berbagi darah dengan nyamuk. Zul memutuskan untuk kembali ke kamar dan tidur. Bukannya menyerah, namun badannya sudah sangat lelah.
       Zul bertemu dengan orang itu lagi dalam mimpi. Kali ini orang itu memperingatkan Zul supaya tidak merampas hak orang lain. Zul tak paham maksud mimpinya itu. Ia mengingat – ingat lagi kesalahan – kesalahannya di masa lampau. 
       Zul tersentak. Ia ingat. Ia pernah mengambil kaos kaki yang entah milik siapa di jemuran karena kaos kakinya berlubang parah. 
    “Jadi itu karma, Zul.” Len menepuk pundak Zul. Zul menunduk pasrah. Merenungi kesalahannya.      “Sekarang aku harus bagaiamana?” tanya Zul. 
    “Lebih baik kamu kembalikan lagi kaos kaki itu,” saran Len bijak. Zul langsung mengembalikan kaos kaki itu ke tempat jemuran seperti semula. Ia juga menempel tulisan permintaan maaf. Zul berbalik arah dan segera pergi dari tempat jemuran. Zul berharap sang pemilik kaos kaki datang dan mengambil kaos kakinya. Tak ada petir, tanpa guntur, doa Zul terkabul.
  “Kaos kakiku kembali! Alhamdulillah, siapapun yang mengembalikan, semoga mendapat keberkahan hari ini.” Seseorang berteriak girang saat Zul berlalu. Zul terenyuh mendengarnya. Ia merasa berdosa karena telah mencuri kaos kaki milik seseorang yang sangat baik seperti itu. 
       Zul merasa seperti dalam film. Setiap waktunya diatur sempurna. Setiap skenarionya sangat rapi. Saat Zul mengembalikan kaos kaki yang pernah ia curi, sang pemilik juga sedang mencari kaos kakinya yang hilang. Hingga akhirnya sang pemilik kaos kaki hidup bahagia dan tenang karena dipertemukan dengan kaos kakinya kembali. Begitulah skenario kehidupan, dengan Tuhan adalah pemilik skenario terbaik.
    Zul menyesali tindakannya itu. Ia membayangkan betapa sedihnya pemilik kaos kaki saat ia kehilangan barangnya itu. Zul merasa sangat berduka. Tiba – tiba, Len berlari terengah – engah sambil membawa setumpuk baju dalam ember.
      “Zul! Parah, Zul!” Len berteriak heboh. 
    “Tenang, Len! Ada apa? Kebakaran? Kebanjiran? Kelaparan? Sama, aku juga.” 
     “Bukan, Zul! Lebih parah! Pengering kita rusak!” 
    “Bagaimana bisa? Sini aku lihat!” Zul berlagak macam tukang reparasi mesin profesional. Zul mengutak – atik pengering itu. Setelah ditelusuri, ternyata ia menemukan sesuatu yang menyumbat pengeringnya. Tak disangka, dasternya terselip di sana! 
      “Dasterku! Ternyata kamu di sini, sayang! Setelah sekian lama aku melakukan ekspedisi, ternyata kamu bertapa di sini. Ekspedisi Zul diresmikan telah selesai. Daster ditemukan tergeletak tak bernyawa di dalam pengering.” Zul memeluk dasternya itu erat – erat.
    “ZULKIJAH EMBEKLY!!!” Len menjitak kepala Zul. Zul hanya meringis kesakitan. Meski begitu, Zul tersenyum bahagia. 
     Ia mendapat banyak pelajaran dari semua ini. Ia belajar untuk tidak mencuri, meski hanya sepasang kaos kaki. Ia belajar untuk tidak ragu berekspedisi demi mencari apa yang kita tuju. Ia juga belajar bahwa barang yang sudah ditakdirkan milik kita, pasti akan kembali pada kita. Entah bagaimana caranya, kita hanya perlu berusaha dan berdoa. Selanjutnya, biar Tuhan yang menjalankan skenarionya. 
 TAMAT 
 - ditulis oleh Eva Rosita (X APY), terinspirasi dari kisah asmara asrama yang kadang perlu ditertawakan lalu dikenang.
 
;